top of page
  • Writer's pictureOlyn Silvania

Ketika Aku Memutuskan untuk Merealisasikan Mimpi

Cerita ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya yaitu Mimpi yang Tertunda.


Lyn, kamu dulu pernah bermimpi untuk menang lomba, bukan?

Kamu pernah bermimpi untuk bisa dapat piala dan medali, bukan?


Merasa diingatkan oleh Sang Pencipta dalam hati, reaksi awalku adalah tidak yakin dan sempat meragukan kemampuanku sendiri. Namun di saat itu, ada suara yang memotivasiku,"Kamu pasti bisa Lyn!" Aku percaya bahwa suara itu berasal dari Sang Pencipta. Hal lain yang memotivasiku adalah ketika melihat prestasi beberapa rekan mahasiswa. Berangkat dari situ, aku pun mencoba berdamai dengan segala kekalahan di masa lalu. Aku mulai membangun pikiran bahwa kekalahan bukan akhir dari segalanya, "Kalau kamu gagal di A, belum tentu kamu akan gagal di B, C, D, dan seterusnya." Pikirku seperti itu. Perlahan-lahan aku mulai mengubah pandanganku tentang perlombaan. Di masa sekolah, aku memandang perlombaan sebagai simbol kebanggaan diri, terlebih ketika berhasil memenangkannya. Namun di masa kuliah, aku merubah pandangan tersebut menjadi:


Lomba merupakan tempat belajar apa arti perjuangan, berkompetisi secara sehat, dan keberanian untuk menang maupun kalah. Keikutsertaan dalam lomba tidak hanya terbatas untuk pengembangan diri sendiri, namun keikutsertaan kita dapat berdampak positif bagi orang lain. Setidaknya, menginspirasi mereka untuk mengasah potensinya dengan ikut lomba yang sesuai dengan bidang minatnya.

Setelah mengubah mindset, aku mulai membangun keberanian untuk mengikuti lomba setelah beberapa tahun lamanya. Sejak akhir semester 5, aku membuat target untuk mengikuti minimal satu perlombaan sebelum lulus. Dalam target ini, aku lebih menekankan proses dibandingkan hasil. Menang itu bonus, yang penting pernah punya pengalaman berkompetisi di masa kuliah.


Merealisasikan target untuk mengikuti lomba bukanlah hal mudah. Aku perlu mempertimbangkan kapasitas diri untuk mengikuti suatu perlombaan. Pada semester 6, mata kuliah yang kuambil sedang banyak-banyaknya. Dua mata kuliah yang menurutku cukup berat adalah Seminar 1 (mata kuliah proposal skripsi untuk Bab 1 Latar Belakang) dan Tes Proyektif. Hal itu membuatku memutuskan untuk fokus ke akademik dulu supaya berjalan optimal. Kegiatan di luar akademik yang kuikuti hanyalah membantu penelitian dosen. Di semester ini, aku sempat diajak oleh seorang kenalan untuk mengikuti suatu lomba cerdas cermat di luar kota. Sebenarnya pengen sih, tapi sayangnya deadline lomba yang kuterima mepet. Aku berpikir bahwa mengurus administrasi perlombaan, mengajukan SPD (Surat Pengajuan Dana), dan persiapannya tidak bisa dilaksanakan dalam waktu singkat. Terpaksa, kutolak ajakannya untuk mengikuti lomba.


Pada suatu malam, aku merenungkan bidang lomba apa yang kuminati. Awalnya sempat bingung sih, wong banyak banget bidangnya. Namun, tiba-tiba aku teringat akan hobi menulisku di masa sekolah dari SD hingga SMA. Di masa sekolah, aku biasa menghabiskan waktu luang dengan menulis cerita pendek (cerpen). Namun, aktivitas menulis cerpen sudah jarang kulakukan sejak masuk kuliah. Aku lebih banyak membuat tulisan untuk keperluan tugas kuliah di mana aku belajar bagaimana menyampaikan gagasan dan mengkritisi suatu isu atau permasalahan berdasarkan sumber-sumber terpercaya. Dari situ, aku merasa perlu mengasah kemampuan tersebut dengan cara ikut lomba kepenulisan. Dengan mengikuti lomba kepenulisan, aku berharap dapat mengasah kemampuan menulis secara luwes dan nggak terlalu teoritis, tapi tetap didukung oleh fakta yang ada.


Pada semester 7, aku hanya mengambil 4 mata kuliah. Jadi bisa dibilang jadwal kuliahku sudah lebih lowong dari semester sebelumnya Hal tersebut merupakan peluangku untuk merealisasikan target ikut lomba. Tak mau menyia-nyiakan peluang, aku kembali giat mencari informasi terkait perlombaan menulis. Dalam proses pencarian tersebut, aku menemukan poster lomba esai Psyferia 2019 yang diadakan oleh Universitas Padjajaran. Aku membaca informasi lomba tersebut, seperti syarat, dua tema khusus, ketentuan tulisan, dan biaya pendaftaran. Setelah membaca informasi secara seksama, aku tertarik dengan salah satu tema lomba yaitu, "Pengaruh teknologi terhadap interaksi sosial di masyarakat". Akhirnya, aku memutuskan untuk mengikuti lomba ini.


Aku mempersiapkan lomba ini secara mandiri karena memang lombanya bersifat perorangan. Dari mengurus berkas, pengajuan dana, pendaftaran, dan hingga membuat tulisan esai semua kulakukan sendiri. Awalnya, aku sempat bingung ingin menulis tentang apa. Namun setelah googling dan bertanya dengan salah satu teman dekat, akhirnya aku memutuskan untuk mengangkat topik tentang pengaruh ponsel pintar atau smartphone terhadap interaksi sosial anak-anak di masyarakat. Menurutku, topik tersebut sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari di mana smartphone tidak hanya dimiliki oleh remaja dan orang dewasa, tapi juga sudah dimiliki oleh anak-anak usia dini. Proses pembuatan tulisan esai ini memakan waktu sekitar 1 bulan. Akhirnya pada tanggal 24 Agustus 2019, aku telah selesai dan segera mengirimkan karya esai ke email panitia lomba. Setelah mengirimkannya, aku hanya bisa berserah kepada Tuhan. Apapun hasilnya itulah yang terbaik.


Tanggal 30 September 2019 merupakan hari di mana pemenang lomba esai Psyferia 2019 diumumkan melalui media sosial. Disitu, aku sudah benar-benar pasrah dan sempat berpikir, "Kayaknya aku belum tentu menang. Wong pasti banyak peserta di luar sana yang masih lebih dibandingkan aku yang baru first time ikut lomba menulis." Jam 8 malam, aku iseng-iseng stalking Official Line dan betapa terkejutnya bahwa nama serta judul esaiku tertulis sebagai juara ketiga. Awalnya, sempat tidak percaya. Namun akhirnya rasa tidak percaya tersebut berubah menjadi rasa syukur dan bahagia. Tuhan memberi lebih dari yang aku minta. Dia telah mewujudkan mimpi yang sempat kukubur sekian lama, yaitu memenangkan perlombaan.


Terdapat cerita yang masih berlanjut, yaitu ketika aku mengikuti lomba Pekan Inovasi Psikologi Indonesia 05. Awalnya, aku iseng-iseng mendaftarkan diri dalam seleksi lomba dan memilih dua cabang lomba yaitu PsyScience (Lomba Cerdas Cermat) dan PsyPaper (Lomba Paper). Singkat cerita, aku terpilih untuk mewakili fakultas dalam cabang lomba PsyPaper. Dalam lomba ini, aku tidak berjuang seorang diri seperti lomba Psyferia 2019. Hal ini dikarenakan aku mendapatkan bantuan dari beberapa teman Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) untuk proses pendaftaran dan mendapatkan bimbingan dari seorang dosen. Singkat cerita pada tanggal 1-3 November 2019, aku dan sekitar 40-an teman lainnya pergi ke Jakarta untuk mengikuti lomba ini. Ini merupakan pengalaman pertamaku pergi ke luar kota untuk ikut lomba. Lomba PsyPaper berlangsung pada tanggal 2 November 2019, di mana aku berkesempatan untuk mempresentasikan hasil karya di hadapan dewan juri. Perasaanku sebelum presentasi adalah cemas dan khawatir. Selain itu, hal yang sempat kutakutkan adalah waktu presentasi lebih dari 7 menit yang berakibat akan di stop. Namun, aku mengatasinya dengan cara berdoa dan tetap rileks.


Ketika giliran namaku dipanggil, aku sudah benar-benar berserah. Aku pun berusaha mempresentasikan karya sebaik mungkin. Setelah selesai, aku bersyukur tidak di stop di tengah jalan, mendapatkan feedback positif dari dewan juri, dan diberikan saran untuk perbaikan karya. Akhirnya, aku keluar dari ruang presentasi dengan perasaan lega. Tapi untuk hasilnya, aku hanya bisa berserah padaNya.


Tanggal 3 November 2019 adalah hari di mana pengumuman pemenang lomba diumumkan. Setelah beberapa pemenang cabang lomba diumumkan, tibalah giliran PsyPaper. Udah Lyn, legowo aja karena saingannya cukup berat. Beberapa dari mereka berasal dari universitas terbaik di Indonesia. Saat sedang melamun, tiba-tiba teman di sebelahku menepuk pundakku sambil berkata, "Lyn Lyn, kamu menang Lyn!" Ketika itu aku langsung menatap layar LCD panggung dan betapa terkejutnya bahwa ada foto, nama, dan universitasku tertulis sebagai juara pertama. Saat itu, aku segera maju ke panggung untuk menerima hadiah dengan kondisi tubuh yang gemetaran karena masih tidak percaya. Namun lagi-lagi, rasa tidak percaya itu berubah menjadi rasa syukur dan bahagia setelah turun dari panggung.


Bagiku, tahun 2019 adalah tahun anugerah karena aku diberi berkat kemenangan dua perlombaan. Berkat yang tak pernah kuduga sebelumnya. Namun, aku percaya semuanya itu merupakan hasil kombinasi dari doa, tekat, dan usaha. Dalam cerita ini, aku tidak bermaksud untuk menyombongkan diri. Namun, aku ingin menyaksikan cinta kasih Tuhan yang pernah terjadi dalam hidupku.


Meskipun demikian, kemenangan ini tak membuatku berhenti untuk mengembangkan diri. Aku akan selalu belajar dan mencari esempatan yang ada untuk mengembangkan potensi yang kumiliki. Semoga cerita ini bisa menjadi berkat dan inspirasi bagi Lensaners.


Cheers,

Olyn Silvania.

23 views0 comments

Related Posts

See All
bottom of page