top of page
  • Writer's pictureOlyn Silvania

Rayakan Hari Kesehatan Mental Setiap Hari dengan Kesadaran dan Kepedulian

Hai, Lensaners!

Tahukah kamu bahwa setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia? Dilansir dari Kompas.com, Hari Kesehatan Mental Sedunia pertama kali dicetuskan pada 10 Oktober 1992 oleh Richard Hunter, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental (WFMH). WFMH merupakan organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1948 yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan kesehatan mental. Sedangkan, Hari Kesehatan Mental Dunia dibuat dengan tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya kesehatan mental dan mengedukasi isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan mental kepada masyarakat.


***


(Ilustrasi: freepik.com)


10 Oktober 2020 lalu, baru saja kita memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia ke - 28. Namun, Hari Kesehatan Mental Dunia 2020 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dilansir dari World Health Organization (WHO), Hari Kesehatan Mental Sedunia 2020 diperingati saat pola kehidupan masyarakat berubah secara signifikan akibat pandemi Covid-19. WHO menilai bahwa pandemi Covid-19 memberikan tantangan bagi masyarakat. Misalnya, tenaga kesehatan dituntut untuk tetap merawat pasien meskipun beresiko terpapar virus corona. Belum lagi saat mereka hendak pulang ke rumah, mereka diliputi rasa takut dan khawatir jika menularkan virus corona ke anggota keluarganya. Lalu, para pelajar dan mahasiswa diharuskan untuk beradaptasi dengan sistem pembelajaran dari rumah atau yang dikenal dengan belajar daring. Mereka diharuskan untuk mengikuti pelajaran secara online, mengumpulkan tugas sesuai deadline yang ditentukan, dan mengerjakan soal ujian di hari tertentu. Padahal mungkin mereka mengalami beberapa kendala, seperti sinyal yang kurang bagus, kesulitan membeli kuota internet, diharuskan menjalani rutinitas lain selain belajar, dan lain sebagainya.


Kemudian, ada lagi tantangan yang dihadapi oleh para pekerja, di mana mereka harus memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, Padahal mungkin pendapatan mereka menurun, terancam mengalami PHK, dan hingga ada dari mereka yang harus menjalani isolasi saat lock down. Selain itu, ada orang yang harus mengelola kesedihan saat kehilangan orang yang dicintai, apalagi jika mereka tidak berkesempatan untuk menguburkan orang yang meninggal tersebut.


(Ilustrasi: dental-tribune.com)


Di tengah pandemi, berbagai tantangan dan kondisi yang tidak pasti memberikan pengaruh bagi kesehatan mental. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Tedros Adhanom selaku Direktur Jenderal WHO yang menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap kondisi kesehatan mental jutaan orang di dunia. Tedros menjelaskan bahwa hampir 1 miliar orang hidup dengan gangguan mental dan satu orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri. Hasil survei yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan bahwa 35% responden dewasa mengalami gejala depresi selama fase awal pandemi Covid-19. Angka tersebut lebih besar 5 kali lipat dibandingkan periode normal. Dikatakan pula bahwa hampir setengah dari mereka mengaku memiliki pikiran untuk bunuh diri. Depresi, kesepian, cemas, stress, sedih, tertekan, kelelahan, dan ketakutan merupakan emosi-emosi yang dominan selama masa pandemi Covid-19.


Di Indonesia, kesadaran pemerintah dan masyarakat akan isu kesehatan mental terus meningkat. Hal ini dibuktikan oleh akses layanan kesehatan mental yang sudah terbuka luas untuk masyarakat baik yang berbayar maupun tidak berbayar (gratis). Dewasa ini, banyak sekali ditemui komunitas dan kampanye yang menjadikan kesehatan mental sebagai fokus utamanya. Lalu, sering pula ditemui diskusi, seminar, dan workshop yang mengangkat isu kesehatan mental. Selain itu, sudah banyak karya berupa lagu, film, vlog, dan buku tentang kesehatan mental.Salut!


Meskipun kesehatan mental sudah mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat, sayangnya stigma tentang kesehatan mental masih melekat kuat pada mereka yang mengalami permasalahan atau gangguan mental. Beberapa orang masih menganggap bahwa gangguan mental dikaitkan dengan kerasukan setan, kurang memiliki pengetahuan agama, dan kurang dekat kepada Tuhan. Padahal gangguan mental disebabkan oleh faktor biologis dan psikologis. Selain itu, stigma masih melekat kuat kepada orang-orang yang berusaha mencari bantuan profesional, yaitu tidak akan diterima dalam pergaulan sosial. Akibat dari stigma tersebut, seseorang sering merasa marah, takut, cemas, terisolasi, berdosa, malu, dan terluka. Bahkan, stigma dapat membuat seseorang mengurungkan niat untuk mencari bantuan profesional, meskipun sudah mengetahui konsekuensi negatif jika tidak mendapatkannya.


Sesungguhnya, orang-orang dengan permasalahan atau gangguan mental yang berusaha mencari bantuan profesional adalah salah bentuk usaha yang patut diapresiasi. Mengapa demikian? Karena mereka memiliki kemauan untuk memperjuangkan kesehatan mentalnya agar tetap berdaya dan beradaptasi dengan keadaan hidupnya. Maka dari itu, mencari bantuan profesional bukanlah hal yang memalukan dan lemah.


Berangkat dari argumen di atas, aku berpikir bahwa kita perlu merayakan Hari Kesehatan Mental setiap hari, bukan hanya tanggal 10 Oktober 2020. Karena setiap orang berhak untuk sehat mental. Mental yang sehat membantu kita untuk menjalani aktivitas sehari-hari, bertahan dalam tekanan hidup, dan bahkan menjadi investasi untuk masa depan. Lantas, bagaimana cara merayakan Hari Kesehatan Mental setiap hari?


Langkah awal berangkat dari diri kamu sendiri. Kamu perlu menyadari kondisimu saat ini. Sadari bahwa kamu adalah pribadi unik yang berharga. Kamu dapat mengatakan hal-hal positif kepada dirimu sendiri, menuliskan hal-hal yang patut disyukuri setiap harinya, memfokuskan diri pada satu hal dalam satu waktu, belajar dan terbuka kepada seseorang. Saat kamu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, kamu berhak menerima perasaan itu. Tenangkan dirimu dahulu dan setelah itu kamu bisa mencari dukungan dari orang lain untuk mengatasi masalahmu. Meskipun demikian, kesadaran akan kondisi diri tidak terasa lengkap tanpa gaya hidup yang sehat. Kamu perlu menerapkan gaya hidup sehat agar kesehatan mentalmu tetap terjaga, seperti berolahraga, mengonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, dam tidur tepat waktu.


Setelah dari diri sendiri, kamu dapat berangkat untuk membangun kepedulian kepada orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyebarluaskan informasi bermanfaat nan terpercaya tentang kesehatan dalam media apapun, membuat karya bertemakan kesehatan mental, mengikuti komunitas yang memiliki awareness akan kesehatan mental, dan mengajak orang terdekat yang mengalami permasalahan atau gangguan mental untuk mencari bantuan profesional.


Cheers,


Olyn Silvania


19 views0 comments

Related Posts

See All
bottom of page